Jauh hari sebelum dirilis, saya sempat membaca beberapa artikel tentang film berjudul 2012. Suatu film yang juga mengangkat tema tentang kiamatnya dunia. Seakan coba memuaskan keingintahuan manusia tentang bagaimana prosesnya berakhirnya peradaban ini, tema tentang kiamat telah sering diangkat ke layar kaca. Mulai dari Armageddon, The Day After Tomorrow sampai yang lokal seperti Kimat Sudah Dekat. Namun, film yang satu ini berbeda karena kalau ndak salah baca, film ini dikait-kaitkan dengan ramalan suku maya.
Sampai detik ini pun, saya sendiri belum menonton film besutan sutradara Roland Emmerich tersebut. Akan tetapi, beberapa hari belakangan ini kabar seanter film yang dirilis 13 November lalu di Amerika itu, telah beredar dimana-mana menjadi salah topik dalam pembicaraan. Kabar terakhir dari seorang teman, beberapa ulama MUI telah mengharamkan film produksi Columbia Pictures ini. Saya tak bermaksud melawan fatwa MUI ini, tapi satu yang jelas apapun alasan beberapa ulama tersebut mengelurkan fatwa terhadap 2012, ini justru menambah kontroversi. Dan menambah kontrovesi, bisa saja kemudian menambah daya jual suatu produk. Para arsistektur pemasaran dan iklan tidak perlu lagi mengeluarkan budget besar untuk promosi karena meraka secara tidak langsung telah sangat terbantu dengan fatwa MUI tersebut. Jadi, jangan heran ketika film tersebut telah meraih sekitar 225 juta US$.
Entah karena pengaruh media atau MUI, di tengah masyarakat sendiri banyak terjadi pembicaran bahkan sudah sampai pada level penilaian akan tema yang diusung oleh 2012. Teman yang lain pernah bercerita, bahwa seorang bapak yang tinggal bertetangga dengannya, pernah mengumpat “tidak mungkin mi itu kiamat 2012!” Ya iyalah pak, terang saja bapak bilang gak mungkin mi, karena bapak merujuk ke agama yang bapa anut, ke kitab yang bapak percayai dan kemudian menilai ramalan suku maya tersebut. Gak mungkin ketemulah, atau gak fairlah kata orang dari dunia olahraga. Lagian, kalau misalnya 2012 memang nantinya kiamat, bagaimana pak?
Sementara, dalam kepercayaan agama semawi punya pemaknaan yang mirip akan kiamat, lengkap dengan tanda-tanda akan datangnya kiamat, bagaimana kehidupan setelah kiamat atau siapa utusan Tuhan ketika kiamat telah datang. Dan kebanyakan agama semawi juga meng-amini bahwa semua ini adalah misteri sang pencipta.
Beberapa hari yang lalu, ketika melintas ditengah orang yang lagi kong kow (nongkrong), salah seorang dari mereka kemudian nyeletuk “kenapa na susah sekali jaringannya te....sel ini? mw betulan kapang kiamat?” Yang lain kemudian balas menyahut dengan sedikit ketawa ketiwi “io, 2012”. Akhir-akhir ini, membicarakan kiamat memang akan selalu dikaitkan dengan film 2012.
Dalam abad yang menurut, para alih-alih cultural studies adalah abadnya gaya hidup, manusia-manusia modern pun punya pemaknaan sendiri akan kehidupan. Ketika mereka kemudian berenang-renang ria dalam arus konsumsi dan segala simbol-simbol ke-modern-an hidup, kiamat pun diartikan berbeda. Jika, kemudian orang yang menandai kiamat karena jaringan yang rusak. Maka, bisa dimaklumi bahwasanya orang tersebut berada pada posisi dimana, bagi dia komunikasi lewat telpon seluler adalah segalanya dan segalanya adalah telpon seluler. Maka, jika jaringan kemudian bermasalah maka kiamatlah dunia ini bagi dia, tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan dari dunia ini, eksistensinya sebagai manusia pun hilang bersamaan dengan hilangnya jaringan.
Sama halnya dengan orang yang kecanduan game, kecanduan belanja, kecanduan sms, kecanduan seks, kecanduan fesbuk dan kecanduan-kecanduan lainnya, yang bagi kaum agawamawan adalah hal-hal yang sifatnya duniawi. Ketika kecanduan ini kemudian tak dapat dikontrol lagi, dan pada suatu waktu kecanduan ini tak dapat disalurkan maka kiamat lah dunia ini baginya. Setidaknya kiamat kecil bagi dirinya sendiri.
Komentar