Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

22 jam Obama

…Ada beberapa hal menarik menyaksikan semua gerak Obama dari layar tv dalam ku dalam kunjungan 22 jamnya di Indonesia. Ketika acara jamuan santap malam, seusai protokol acara membacakan basa-basinya, presiden Barack Obama kemudian berdiri meninggalkan kursinya dan berbisik ke SBY kemudian berjalan sendiri menyalami sebagian dari tamu undangan acara tersebut. Gelagat Obama sontak membuat SBY terlihat celingak celinguk melihat tingkah dari laki-laki keturunan Afro-America itu. “Ini khan tak ada dalam draft protokoler acara”, mungkin begitu pikir SBY. Satu hal jelas yang diperlihatkan oleh Obama bahwa seorang presiden yang punya banyak hak, tidak harus kaku dan tunduk patuh mengikuti semua prosedur protokoler. Seorang presiden bisa dengan entengya melenggang sesuai konteks kejadian dimana presiden hadir. Menyambung tulisan Yusran Darmawan (timurangin.blogspot.com) tentang bagaimana lebih tanggapnya para pembaca KOMPAS ketimbang negara dalam menyalurkan bantuan ke para pe

Dari Gelanggang ke gelanggang

Setelah lama tak dinantikan, akhirnya, untuk kesekian kali gelar “tinju bebas” pun berlangsung. Dengan promotor yang sama, pertandingan mengambil tempat di gelanggang Tanjung Priok, Jakarta . Partai ini menghadirkan aparat negara di sebelah kanan ring sebagai juara bertahan versus warga yang berada di sebelah kiri. Yang namanya pertandingan terkadang memang susah diramal, siapa yang akan muncul sebagai pemenang. Para analis sudah memprediksi namun, kenyataan di lapangan biasanya bertolak belakang dengan hasil itung-itungan di atas kertas. Dan kali ini, setelah beberapa kali berhasil mendominasi menyabet titel juara, satpol PP dan polisi pun tumbang oleh perlawanan sengit warga. Hasil statistik yang dilansir oleh sebuah tv swasta menunjukkan 300 korban luka; 10 polisi, 66 satpol PP dan 54 warga (kabar terakhir 1 orang satpol PP tewas). Dari hasil ini, warga secara otomatis keluar sebagai pemenang denga menang KO mempertahankan makam dan memukul mund

Tertawa Part 2

Siapa yang tak suka hiburan?atau, siapa yang suka program komedi Tv? konon, tertawa memang perlu menurut kesehatan. Dan tertawa sebaiknya yang ikhlas (dari dalam hati) agar berguna secara kejiwaan. Seorang teman pernah berhipotesa, tertawa yang baik ialah ketika tarikan kedua ujung bibir diukur dari tengah sama besarnya kiri dan kanan. Hal yang sama juga berlaku buat senyum, tambahnya. Mungkin tak ada dari kita yang tidak mengenal komedi televisi, yang sampai hari ini hadir dengan berbagai kemasan dan jumlah kian banyak. Masih teringat jelas dalam kepala kita akan aksi dari group; warkop DKI, Bagito, Srimulat, dan lain-lain. Grup-grup ini timbul tenggelam, datang dan pergi, naik dan turun layaknya teori evolusi Darwin. Ada yang tersingkir karena usia, dan ada juga karena karakter lawakannya tidak laku. Komedi sendiri merupakan salah satu program “lahan basah” dalam industri pertelevisian. Jangan heran, jika hampir semua televise punya program lawakan. Satu hal yang menjadi ke

Tertawa part 1

Kita tak pernah dewasa, demikian penggalan lirik dari Efek Rumah Kaca yang sekaligus bisa dilihat sebagai sebuah konklusi dari band tersebut. Sebuah hasil refleksi atas maraknya video porno produksi anak bangsa. Kira-kira 2 minggu lalu, dalam sebuah program TV yang “kerjanya” kurang lebih sama seperti mak comblang. Pada sebuah session dari acara tersebut, oleh Mc, satu pasangan diminta untuk berakting. Si perempuan pun merengek-rengek dan si laki-laki berlagak orang gagap atau cacat atau kombinasi dari keduanya. Spontan saja, acting kedua pasangan ini mendapat tepukan tangan dari penonton, terutama untuk acting si laki-laki. Beradegan cacat, baik itu mental dan fisik memang terkadang menjadi akting dagangan paling yahud di layar Tv Indonesia. Acting ini pun tak tanggung-tanggung muncul hampir dalam semua acara Tv baik itu lawakan, film bahkan sampai dalam film. Dan, biasanya si pameran cacat tersebut mendapat apresiasi yang besar. Tengok saja sinetron “Si Cecep” dimana Anjas

Kado Natal

“Uh! kutendang kerikil itu dengan geram”. Bagaimana aku tidak marah, aku tidak diberikan kado dari ibu dan bapak saat natal nanti tapi, aku pasrah saja. Waktu terus berputar, pada sore hari aku dan teman-teman pergi bermain bola. Disana kami asyik bermain sepak bola sampai akhirnya kami beristirahat . “Wah..., saat natal nanti kayaknya orangtuaku memberikan sepeda baru, kata Fartin”. “Kalau kamu Ayu?”, kata Fartin. Dengan tergesa -gesa, Ayu menjawab “kalau saya, kayaknya diberikan tas baru”. “Kalau, kamu Ike'?” tanya fartin lagi. “Kalau saya m..........., ayo jawab, seru Fartin! kayaknya m.........., sepatu baru, ya sepatu baru”, jawabku. “o........., sepatu baru kata Ayu dan Fartin dengan serempak. Aku terpaksa berbohong karena tidak mau Fartin dan Ayu menertawaiku kalau tahu bahwa sebenarnya, aku tidak akan mendapat kado natal nantinya. Natal pun tiba saya, Fartin dan Ayu ingin ke gereja. Disana, ada santa claus dan pit hitam yang mengerikan. Akhirnya, namaku dise