Langsung ke konten utama

Sekolah

“Sekolah dulu nak, soal istri nanti datang sendiri kalo kau sudah dapat kerja” beginilah ungkap seorang ibu kepada anaknya. Dari sepenggal dialog diatas, dapat dilihat setidaknya dua perspektif dalam memandang sekolah. Pertama, bagaimana sekolah itu dianggap sebagai satu-satunya jalur untuk mendapatkan kerja. Dan yang kedua, bagaimana kerja itu dipercayai menjadi solusi untuk semua permasalahan hidup termasuk kawin.

Seorang teman, kakak, saudara, sekaligus guru bagi saya pernah berbagi cerita sekelumit tentang sekolah. Dengan ketenangan dan keseriusan yang menjadi karakternya, dia bertutur bagaimana di zaman penjajahan, sekolah itu menjadi solusi dari rakyat biasa (jelata) untuk bisa masuk dalam lingkaran penjajah untuk mengamankan posisi sosial dan ekonomi. Dia kemudian menambahkan bahwa sekarang ini sekolah pun masih dianggap sebagai solusi yang mumpuni untuk keluar dari lubang kemiskinan.


Uahahahahahaha.... wajar kiranya jika praktek-praktek kayak kolusi, korupsi, nepotisme masih marak di bangsa ini. Ketiganya bahkan telah mengalir menyatu menjadi menjadi darah yang mengalir ke akal. Bagaimana tidak, yang mereka hindari dengan jalan bersekolah dan bekerja, ialah kemiskinan yang merujuk pada materi. Dan menurut saya, yang namanya hasrat kepemilikan benda-benda itu jika tidak dilengkapi dengan akal dan hati yang sehat, niscaya akan terus menghamba pada keinginan-keinginan tak terbatas.


Tidak sampai disitu saja, sekolah dan menjadi sebuah prestise tersendiri dalam masyarakat. Kalo ndak salah ingat, mirip dengan konsep modal simbolik ala Pierre Bourdieu. Sekolah menjadi sebuah senjata ampuh dalam pertarungan simbol-simbol dalam panggung sosial. Semakin tinggi sekolahnya maka semakin tinggi pula status sosial seseorang. Liat saja ekspresi wajah seseorang jika yang mengetahui lawan bicaranya adalah seorang S3 misalnya. Padahal kalo dipikir-pikir, bukan jaminan bahwa orang yang telah bergelar doktor mang kualitasnya, kualitas doktor. Apalagi dengan mengingat banyaknya praktek penjualan izasah, belum lagi praktek “rusak” dalam ruang-ruang kuliah. Aaaaaa.......

Kembali ke masalah sekolah, sejauh yang saya pikir, saya katakan sejauh karena pikiran saya juga ndak jauh-jauh amat jie. Sekolah itu alangkah baiknya, alangkah bagusnya menjadi sebuah tempat, memanusiakan manusia itu sendiri. Dan itu tujuan substansial dari sekolah. Karena menurut isi kepala saya pribadi, dengan menjadi manusia, seseorang bisa lebih mengenal dirinya, orang lain, alam dan Penciptanya. Seseorang bisa memfungsikan akalnya dengan benar tapi tanpa menutup hati nuraninya. Kalopun yang namanya uang, jabatan, harta, mobil mewah itu resiko jie dan bukan tujuan yang sebenarnya.

Entahlah...,jujur, saya bingung harus menutup bagaimana tulisan ini. dengan kalimat apa atau dengan konklusi seperti apa. Saya berharap dengan cara ini, dapat mengundang orang yang jika telah selesai membacanya bisa menyambungnya atau bahkan menelanjanginya. Terserah...yang jelas saya sudah teramat lelah untuk melanjutkannya.

Komentar

Emma mengatakan…
kak, kenapa isteri disebut sebagai 'resiko'? :D
Anonim mengatakan…
bagus... bagus.... (padahal blumpi kubaca baek2.....)

blog roll dule ka'..... jgn pilih kasih dunk....
Victor Sosang mengatakan…
>ema, Iya baru saya cek, ternyata salah ketik em. Maklum masih gagap menulis, maaf buat kaum perempuan, seribu maaf.
>io cokke, ngepe meme inie, nanti.
kw juga baca sampai selesai, nanti terjadi yang iya-iya.

Postingan populer dari blog ini

22 jam Obama

…Ada beberapa hal menarik menyaksikan semua gerak Obama dari layar tv dalam ku dalam kunjungan 22 jamnya di Indonesia. Ketika acara jamuan santap malam, seusai protokol acara membacakan basa-basinya, presiden Barack Obama kemudian berdiri meninggalkan kursinya dan berbisik ke SBY kemudian berjalan sendiri menyalami sebagian dari tamu undangan acara tersebut. Gelagat Obama sontak membuat SBY terlihat celingak celinguk melihat tingkah dari laki-laki keturunan Afro-America itu. “Ini khan tak ada dalam draft protokoler acara”, mungkin begitu pikir SBY. Satu hal jelas yang diperlihatkan oleh Obama bahwa seorang presiden yang punya banyak hak, tidak harus kaku dan tunduk patuh mengikuti semua prosedur protokoler. Seorang presiden bisa dengan entengya melenggang sesuai konteks kejadian dimana presiden hadir. Menyambung tulisan Yusran Darmawan (timurangin.blogspot.com) tentang bagaimana lebih tanggapnya para pembaca KOMPAS ketimbang negara dalam menyalurkan bantuan ke para pe

INI HANYA SEBUAH KATA

   Beberapa waktu yang lalu sempat riuh terdengar kebijakan Bupati Toraja Utara untuk mengeluarkan stempel halal kepada warung-warung makan yang ada di kabupaten pemekaran tersebut. Menuai protes pada awalnya akan tetapi sejauh pemantauan di dunia internet kebijakan ini tetap dilaksanakan dengan memberi stempel halal di plang warung-warung yang memang menyajikan menu yang bisa dikonsumsi siapapun.      Dan, di tahun 2019 ini, orang nomor 2 di Sulawesi Selatan mengeluarkan pernyataan tentang wisata halal yang rencananya akan dijadikan brand image untuk pariwisata tana toraja. Hal ini pun menuai protes dari berbagai kalangan di toraja, mulai dari kalangan muda, dari berbagai profesi pekerjaan, dari aparat negara sampai pada rohaniawan serta budayawan. Kata halal kemudian menjadi polemik ketika diproduksi dan dilempar ke khalayak ramai.      Sekonyong-konyong orang pastinya akan berpikir; - Ketika bupati toraja menyebutkan warung “halal” maka secara langsung orang akan menil

Dari Gelanggang ke gelanggang

Setelah lama tak dinantikan, akhirnya, untuk kesekian kali gelar “tinju bebas” pun berlangsung. Dengan promotor yang sama, pertandingan mengambil tempat di gelanggang Tanjung Priok, Jakarta . Partai ini menghadirkan aparat negara di sebelah kanan ring sebagai juara bertahan versus warga yang berada di sebelah kiri. Yang namanya pertandingan terkadang memang susah diramal, siapa yang akan muncul sebagai pemenang. Para analis sudah memprediksi namun, kenyataan di lapangan biasanya bertolak belakang dengan hasil itung-itungan di atas kertas. Dan kali ini, setelah beberapa kali berhasil mendominasi menyabet titel juara, satpol PP dan polisi pun tumbang oleh perlawanan sengit warga. Hasil statistik yang dilansir oleh sebuah tv swasta menunjukkan 300 korban luka; 10 polisi, 66 satpol PP dan 54 warga (kabar terakhir 1 orang satpol PP tewas). Dari hasil ini, warga secara otomatis keluar sebagai pemenang denga menang KO mempertahankan makam dan memukul mund